seriale-turcesti.biz – Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia terus mengusut kasus dugaan korupsi dalam pemberian kredit kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia. Pada Selasa, 10 Juni 2025, Kejagung memeriksa 13 saksi, termasuk mantan Direktur Utama Bank Jawa Barat dan Banten (BJB), Yuddy Renaldi, untuk mendalami perkara yang telah menyebabkan kerugian negara hingga Rp692 miliar. Artikel ini membahas perkembangan terbaru kasus tersebut, fokus pada pemeriksaan Yuddy Renaldi dan pejabat lainnya, serta implikasi hukum yang sedang diusut.
Latar Belakang Kasus
Kasus korupsi Sritex berpusat pada pemberian kredit oleh beberapa bank, termasuk Bank BJB, Bank DKI, dan Bank Jawa Tengah, kepada Sritex dan entitas anak usahanya. Total kredit macet hingga Oktober 2024 mencapai Rp3,58 triliun, dengan rincian Rp543,9 miliar dari Bank BJB, Rp149 miliar dari Bank DKI, dan Rp395,6 miliar dari Bank Jawa Tengah. Selain itu, sindikasi bank seperti BNI, BRI, dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) juga memberikan kredit sebesar Rp2,5 triliun. Kejagung menduga adanya pelanggaran prosedur dalam pemberian kredit tersebut, yang tidak didasari analisis memadai dan melanggar prinsip kehati-hatian perbankan.
Pada 21 Mei 2025, Kejagung menetapkan tiga tersangka: Iwan Setiawan Lukminto (mantan Direktur Utama Sritex periode 2005–2022), Dicky Syahbandinata (mantan Pimpinan Divisi Korporasi dan Komersial Bank BJB tahun 2020), dan Zainuddin Mappa (mantan Direktur Utama Bank DKI tahun 2020). Ketiganya diduga terlibat dalam penyalahgunaan kredit yang seharusnya digunakan untuk modal kerja, tetapi malah dialihkan untuk membayar utang dan membeli aset nonproduktif, seperti tanah di Yogyakarta dan Solo.
Pemeriksaan Yuddy Renaldi dan Saksi Lain
Pada pemeriksaan tanggal 10 Juni 2025, Kejagung memanggil Yuddy Renaldi, yang menjabat sebagai Direktur Utama Bank BJB, sebagai saksi. Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, Yuddy diperiksa untuk memberikan keterangan terkait proses pemberian kredit kepada Sritex selama masa kepemimpinannya. Selain Yuddy, sejumlah pejabat Bank BJB lainnya juga dimintai keterangan, yaitu:
-
RL, Direktur IT dan Treasury Bank BJB.
-
NK, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Bank BJB.
-
SRT, Direktur Keuangan dan Retail Bank BJB.
-
TS, Direktur Operasi Bank BJB.
Selain pejabat bank, Kejagung juga memeriksa saksi dari pihak swasta, termasuk:
-
NLH, karyawan Bank BPD Jawa Tengah.
-
LW, Direktur PT Adi Kencana Mahkota Buana.
-
SMT dan ER, pengacara dari CV Prima Karya, penggugat PKPU Sritex.
-
PD, Asisten Departemen Pencairan Pinjaman Bank DKI tahun 2020.
-
HH, Officer Departemen Pencairan Pinjaman Bank DKI tahun 2020.
-
FSP, Pemimpin Grup Administrasi Kredit dan Pembiayaan Bank DKI tahun 2020.
Direktur Utama Sritex saat ini, Iwan Kurniawan Lukminto, juga diperiksa sebagai saksi hingga malam hari. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melengkapi berkas perkara dan memperkuat bukti terhadap tiga tersangka yang telah ditetapkan.
Dugaan Penyalahgunaan Kredit
Berdasarkan penyelidikan Kejagung, kredit yang diberikan Bank BJB dan Bank DKI kepada Sritex tidak memenuhi standar prosedur operasional perbankan. Sritex hanya memiliki peringkat kredit BB-, yang menunjukkan risiko gagal bayar tinggi, padahal syarat pemberian kredit tanpa jaminan memerlukan peringkat A. Selain itu, aset Sritex tidak dijadikan jaminan, sehingga kredit macet tidak dapat ditutupi melalui eksekusi aset. Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menyatakan bahwa Iwan Setiawan Lukminto diduga menggunakan dana kredit untuk keperluan di luar modal kerja, seperti membayar utang pihak ketiga dan pembelian aset nonproduktif. Akibatnya, kerugian negara mencapai Rp692,98 miliar dari kredit Bank BJB (Rp543 miliar) dan Bank DKI (Rp149 miliar).
Konteks Keuangan Sritex
Sritex, yang beroperasi sejak 1966, menghadapi kesulitan keuangan sejak 2021, ditandai dengan anjloknya keuangan perusahaan meskipun sempat mencatat keuntungan signifikan pada tahun sebelumnya. Pada Januari 2022, CV Prima Karya mengajukan gugatan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) terhadap Sritex, yang berujung pada putusan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang pada Oktober 2024. Kepailitan ini menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 11.025 karyawan dan menambah kompleksitas penyelesaian kredit macet senilai Rp3,58 triliun dari berbagai bank.
Status Hukum Yuddy Renaldi
Meskipun Yuddy Renaldi diperiksa sebagai saksi, perlu dicatat bahwa ia juga berstatus tersangka dalam kasus korupsi lain yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pengadaan iklan di Bank BJB. Namun, dalam kasus Sritex, statusnya masih sebagai saksi, dan Kejagung belum mengindikasikan adanya keterlibatan langsung Yuddy sebagai tersangka. Pemeriksaan terhadapnya fokus pada kebijakan dan proses pengambilan keputusan selama ia menjabat sebagai Direktur Utama Bank BJB.
Implikasi dan Langkah Kejagung
Kejagung telah memeriksa total 55 saksi, termasuk 46 saksi sebelumnya dan sembilan saksi tambahan, serta satu ahli untuk memperkuat bukti dalam kasus ini. Penyidik juga tengah menelusuri potensi keterlibatan bank lain, termasuk sindikasi BNI, BRI, dan LPEI, meskipun status bank-bank tersebut masih sebagai saksi. Iwan Kurniawan Lukminto, adik Iwan Setiawan Lukminto, telah dicegah bepergian ke luar negeri sejak 19 Mei 2025 untuk memastikan kelancaran penyidikan. Kejagung berkomitmen untuk mengungkap seluruh pihak yang terlibat dan memastikan penegakan hukum yang transparan.
Pemeriksaan eks Direktur Utama Bank BJB, Yuddy Renaldi, bersama belasan saksi lainnya menunjukkan upaya Kejagung untuk mengungkap kasus korupsi Sritex secara menyeluruh. Dengan kerugian negara yang signifikan dan dampak besar terhadap industri tekstil serta ribuan pekerja, kasus ini menjadi sorotan publik. Penyelidikan yang masih berlangsung dapat mengungkap lebih banyak fakta, termasuk potensi tersangka tambahan dari bank atau pihak swasta lainnya. Kejagung diharapkan terus menjalankan proses hukum dengan adil dan transparan untuk memastikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.