JAKARTA, seriale-turcesti.biz – Tari Sufi adalah salah satu bentuk ekspresi spiritual yang mendalam dalam budaya Turki. Tarian ini tidak hanya sekadar gerakan tubuh, tetapi juga merupakan sarana untuk mencapai kedekatan dengan Tuhan melalui perputaran yang meditatif. Dikenal dengan sebutan “Sema”, tari Sufi melibatkan gerakan berputar yang dilakukan oleh para dervish dalam upaya mencapai keadaan transendental.
Asal-usul tari Sufi dapat ditelusuri kembali ke abad ke-13, ketika pendiri tarekat Mevlevi, Jalaluddin Rumi, mengembangkan praktik ini sebagai bentuk zikir atau pengingat akan Tuhan. Dalam tarian ini, para penari mengenakan jubah putih yang melambangkan kain kafan, serta topi tinggi yang disebut sikke, yang melambangkan makam. Gerakan berputar mereka dianggap sebagai simbol dari perputaran alam semesta dan perjalanan jiwa menuju Tuhan.
Selama pertunjukan Sema, para dervish berputar dalam irama musik yang dimainkan dengan alat tradisional seperti ney (seruling) dan kudum (drum kecil). Musik ini tidak hanya mengiringi tarian, tetapi juga berfungsi sebagai medium untuk mencapai konsentrasi spiritual. Gerakan berputar yang dilakukan secara perlahan dan terkontrol memungkinkan para penari untuk memasuki keadaan meditatif yang mendalam.
Tari Sufi bukan hanya sebuah pertunjukan seni, tetapi juga merupakan praktik spiritual yang mendalam. Melalui gerakan berputar yang dilakukan dengan penuh kesadaran, para dervish berusaha melepaskan diri dari dunia materi dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Praktik ini mengajarkan pentingnya kesabaran, ketekunan, dan pengendalian diri dalam perjalanan spiritual.
Hingga saat ini, tari Sufi tetap menjadi bagian integral dari budaya Turki dan diakui sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO. Pertunjukan Sema tidak hanya menarik wisatawan, tetapi juga menjadi sarana untuk memahami lebih dalam tentang spiritualitas dan filosofi hidup masyarakat Turki. Melalui tari Sufi, kita diajak untuk merenung dan mencari kedamaian batin dalam kehidupan yang penuh tantangan ini.