JAKARTA, seriale-turcesti.biz – Perekonomian Indonesia di tengah kondisi global yang penuh ketidakpastian menunjukkan ketahanan yang patut dipertimbangkan, meskipun tidak tanpa tantangan. Pada kuartal pertama 2025, pertumbuhan ekonomi tercatat 4,87 % YoY, yang sebagian besar ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang masih menyumbang sekitar 54,5 % dari total PDB. Realisasi ini menunjukkan bahwa meskipun konsumsi melemah, peranannya dalam menjaga roda ekonomi tetap berputar tidak bisa diremehkan.
Salah satu sinyal positif yang mesti diapresiasi adalah posisi fiskal Indonesia. Hingga Mei 2025, APBN berhasil mencatat surplus fiskal sekitar Rp 4,3 triliun, setara dengan 0,02 % terhadap PDB, meskipun belanja negara masih dalam tahap penyerapan yang relatif konservatif. Pendapatan negara telah terealisasi sekitar 27 % dari target, sementara belanja baru mencapai sekitar 22,3 % dari pagu APBN. Surplus ini mencerminkan upaya kebijakan fiskal yang efektif, sekaligus buffer terhadap guncangan eksternal.
Namun, tantangan tak bisa diabaikan. Pertumbuhan investasi (PMTB) pada kuartal I hanya tumbuh sekitar 2,12 % YoY, yang terbilang jauh lebih rendah dibanding periode sebelumnya, menunjukan bahwa dorongan belanja modal dan proyek infrastruktur belum maksimal. Selain itu, ketergantungan Indonesia terhadap ekspor komoditas membuat negara rentan terhadap fluktuasi harga global dan tekanan proteksionisme. Di sisi lain, inflasi tetap ditekan – inflasi umum berada di kisaran 1,95 % YoY, dan inflasi inti (“core inflation”) ada di sekitar 2,5 % — ini menandakan bahwa kebijakan moneter masih memiliki ruang manuver dalam menjaga stabilitas harga.
Ke depannya, kombinasi penguatan investasi, transformasi struktur ekonomi (misalnya memperkuat sektor manufaktur bernilai tambah), serta kebijakan fiskal yang responsif akan sangat krusial untuk memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif. Indonesia perlu menjaga keseimbangan antara stimulasi pertumbuhan dan stabilitas makro agar tidak tergelincir ke kondisi yang