Tarian Babukung, Warisan Rohani Suku Dayak yang Mulai Mendunia

JAKARTA, seriale-turcesti.biz – Tarian Babukung ialah suatu tradisi khas suku Dayak di Kalimantan Tengah yang digelar sebagai bagian dari upacara kematian dan ritual tiwah—proses penghormatan roh leluhur setelah kematian. Setiap gerakan Babukung mengenakan topeng “luha” dalam rupa hewan atau makhluk mitologis, digabungkan dengan musik tradisional dan drama spiritual yang bertujuan menenangkan arwah serta mengusir roh-roh jahat dari lingkungan komunitas.

Tradisi ini tidak hanya sarat makna spiritual, namun juga memiliki nilai estetika yang tinggi: kostum warna-warni, properti topeng dan musik gamelan Dayak yang khas, serta koreografi kelompok yang atraktif menjadikannya lebih dari sekadar ritual adat—melainkan sebuah kesenian pertunjukan yang berpotensi diterima oleh audiens internasional. Dalam beberapa tahun terakhir, Babukung telah muncul di festival budaya nasional dan event wisata alam Kalimantan, sehingga menguatkan statusnya sebagai warisan budaya yang hidup dan berkembang.

Meski demikian, tantangan besar menghadang kelangsungan Babukung. Beberapa faktor seperti alih fungsi lahan, urbanisasi, dan kurangnya regenerasi penari muda membuat tradisi ini berisiko terpinggirkan. Selain itu, eksposur budaya populer global dirasa telah mengalihkan minat generasi muda suku Dayak ke hiburan modern, sehingga daya tarik terhadap ritual tradisional pun menurun. Peneliti budaya dan praktisi seni menggarisbawahi perlunya dokumentasi, pelatihan, dan integrasi aspek pertunjukan tradisional ke dalam pariwisata budaya agar Babukung tidak hanya dilihat sebagai “tayangan wisata” melainkan juga dihargai sebagai identitas komunitas.

Dengan pendekatan yang tepat—seperti menjalin program di sekolah lokal, melibatkan komunitas dalam produksi pertunjukan, dan memasarkan Babukung ke publik luas—tradisi ini memiliki potensi untuk tetap hidup dan memberikan manfaat ekonomi serta pendidikan budaya bagi komunitas Dayak. Tarian Babukung bukan sekadar ritual masa lalu, melainkan jembatan antara leluhur dan masa kini, antara spiritual dan estetika, yang layak dilestarikan dan dikenal lebih luas sebagai bagian dari kekayaan seni budaya Nusantara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *