JAKARTA, seriale-turcesti.biz – Myanmar dilanda duka mendalam setelah gempa bumi dahsyat berkekuatan magnitudo 7,7 mengguncang wilayah barat laut Kota Sagaing pada Jumat, 28 Maret 2025. Hingga Sabtu malam, 29 Maret 2025, jumlah korban tewas dilaporkan terus meroket mencapai 1.644 jiwa, menurut pernyataan resmi dari junta militer Myanmar yang disiarkan melalui televisi pemerintah, MRTV. Selain itu, lebih dari 3.408 orang dilaporkan mengalami luka-luka, sementara 139 lainnya masih dinyatakan hilang, memicu kekhawatiran bahwa angka korban akan terus bertambah seiring berjalannya upaya penyelamatan.
Gempa yang terjadi pada pukul 12:50 waktu setempat ini memiliki pusat 16 kilometer di barat laut Kota Sagaing, dekat dengan Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar yang dihuni lebih dari 1,7 juta penduduk. Guncangan awal disusul oleh gempa susulan berkekuatan magnitudo 6,4 hanya 12 menit kemudian, memperparah kerusakan yang telah terjadi. Bangunan-bangunan bertingkat, jembatan, dan jalanan di berbagai wilayah runtuh, meninggalkan pemandangan kehancuran yang mengerikan. Mandalay menjadi salah satu wilayah paling terdampak, dengan ratusan korban tewas dan ribuan lainnya terluka.
Tim penyelamat terus bekerja tanpa lelah di tengah reruntuhan untuk mencari korban selamat. Namun, upaya ini terkendala oleh terputusnya saluran komunikasi dan kondisi infrastruktur yang sudah rapuh akibat konflik berkepanjangan di Myanmar. Rumah sakit di kota-kota besar seperti Naypyidaw, Mandalay, dan Sagaing kewalahan menampung pasien. Di Naypyidaw, rumah sakit berkapasitas 1.000 tempat tidur terpaksa merawat korban di luar gedung karena kerusakan bangunan dan membludaknya pasien. Pemerintah militer Myanmar bahkan mengimbau masyarakat untuk menyumbangkan darah guna memenuhi kebutuhan medis yang mendesak.
Dampak gempa ini tidak hanya terasa di Myanmar, tetapi juga di negara tetangga, Thailand. Di Bangkok, sebuah gedung pencakar langit yang sedang dalam tahap konstruksi runtuh, menewaskan sedikitnya 10 orang dan menyebabkan lebih dari 100 lainnya diduga masih terjebak di bawah puing-puing. Gubernur Bangkok, Chadchart Sittipunt, menyatakan bahwa tim penyelamat telah mendeteksi tanda-tanda vital dari 15 orang yang masih terperangkap, dan upaya pencarian terus dilakukan tanpa henti.
Bencana ini menjadi salah satu gempa paling mematikan dalam sejarah modern Myanmar. Lembaga Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) memperingatkan bahwa jumlah korban tewas berpotensi melampaui 10.000 jiwa, berdasarkan intensitas guncangan dan kepadatan populasi di wilayah terdampak. Situasi semakin rumit karena Myanmar tengah menghadapi perang saudara yang berkepanjangan, yang telah memperburuk krisis kemanusiaan dan menyulitkan distribusi bantuan.
Dalam respons terhadap tragedi ini, komunitas internasional mulai bergerak. Tim penyelamat dari China mendarat di Bandara Internasional Yangon pada Sabtu pagi, membawa lima ton pasokan medis, tenda, dan selimut. Sejumlah negara, termasuk Indonesia, Malaysia, dan India, juga menyatakan solidaritas dan menawarkan bantuan. Dalam langkah yang jarang terjadi, junta militer Myanmar mengajukan permohonan bantuan kemanusiaan kepada dunia, menandakan betapa parahnya situasi yang dihadapi negara tersebut.
Ketua Dewan Administrasi Negara Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, mengunjungi Mandalay pada Sabtu pagi untuk meninjau langsung upaya penyelamatan. Di tengah puing-puing dan tangisan keluarga yang kehilangan orang tersayang, harapan untuk menemukan lebih banyak korban selamat semakin menipis seiring waktu berlalu. Gempa ini tidak hanya meninggalkan luka fisik, tetapi juga trauma mendalam bagi jutaan warga Myanmar yang kini harus menghadapi proses pemulihan panjang di tengah ketidakpastian.